Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin
Amr bin Ash, “Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW,
tiba-tiba beliau ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu,
Konstantinopel atau Romawi?” Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang
akan terkalahkan lebih dulu.” Maksudnya adalah Konstantinopel.”
[H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim]
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan
Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan
pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Perang yang terjadi antara Constantine
XI Paleologus dengan Muhammad Al-Fateh jauh lebih ketat, tidak hanya
dalam hitungan hari tapi berminggu-minggu. Kekaisaran Romawi terpecah
dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau
Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai
akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya
sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat
Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas
Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di
laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik
terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi
geopolitik saat itu.
Yang mengincar kota ini untuk dikuasai
termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar,
Arab-Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai
Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya
karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan
Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.
Upaya pertama dilakukan oleh Muawiyah
bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal dan salah satu sahabat
Rasulullah SAW yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. gugur. Sebelumnya Abu
Ayyub sempat berwasiat jika ia wafat meminta dimakamkan di titik terjauh
yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Dan para sahabatnya berhasil
menyelinap dan memakamkan beliau persis di sisi tembok benteng
Konstantinopel di wilayah Golden Horn.
Generasi berikutnya, baik dari Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyyah hingga Turki Utsmani pada masa pemerintahan
Murad II juga gagal menaklukkan Byzantium. Salah satu peperangan Murad
II di wilayah Balkan adalah melawan Vlad Dracul, seorang tokoh Crusader
yang bengis dan sadis (Dracula karya Bram Stoker adalah terinsipirasi
dari tokoh ini). Selama 800 tahun kegagalan selalu terjadi, hingga anak
Sultan Murad II yaitu Muhammad II naik tahta Turki Utsmani.
Sejak Sultan Murad I, Turki Utsmani
dibangun dengan kemiliteran yang canggih, salah satunya adalah dengan
dibentuknya pasukan khusus yang disebut Yanisari. Dengan pasukan
militernya Turki Utsmani menguasasi sekeliling Byzantium hingga
Constantine merasa terancam, walaupun benteng yang melindungi –bahkan
dua lapis– seluruh kota sangat sulit ditembus, Constantine pun meminta
bantuan ke Roma, namun konflik gereja yang terjadi tidak menelurkan
banyak bala bantuan.
Hari Jumat, 6 April 1453M, Muhammad II
atau disebut juga Mehmed bersama gurunya, syaikh Aaq Syamsudin, beserta
tangan kanannya, Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan
penyerangan ke Byzantium dari berbagai penjuru benteng kota tersebut.
Dengan berbekal 150.000 ribu pasukan dan meriam buatan Urban –teknologi
baru pada saat itu– Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk
masuk Islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai atau perang.
Constantine Paleologus menjawab tetap mempertahankan kota dengan dibantu
oleh Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovanni Giustiniani dari
Genoa.
Kota dengan benteng 10m-an tersebut
memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh
parit 7m. Dari sebelah barat melalui pasukan altileri harus membobol
benteng dua lapis, dari arah selatan laut Marmara pasukan laut harus
berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur
armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah
dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak
bisa lewat.
Berhari-hari hingga berminggu-minggu
benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah pasukan
Constantine mampu mempertahankan celah tersebut dan dengan cepat
menumpuk kembali hingga tertutup. Usaha lain pun dicoba dengan menggali
terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun
juga gagal. Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan
hanya dalam semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah
melalui selat Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya
dilakukan, yaitu memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari
rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki
wilayah selat Golden Horn.
29 Mei, setelah sehari istirahat
perang Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga
lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian Army di lapis kedua
dan terakhir pasukan Yanisari. Giustiniani sudah menyarankan
Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten
hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang
kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah
ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan
Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak
melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
Konstantinopel telah jatuh, penduduk
kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia, dan Sultan Muhammad
II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Islam,
Yahudi ataupun Kristen. Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan
gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.
Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun
boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian
membangun kembali kota, membangun sekolah –terutama sekolah untuk
kepentingan administratif kota– secara gratis, siapa pun boleh belajar,
tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan,
bahkan rumah diberikan gratis kepada para pendatang yang bersedia
tinggal dan mencari nafkah di reruntuhan kota Byzantium tersebut. Hingga
akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu
Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan.
Dan kini Hagia Sophia yang megah berubah fungsi menjadi museum.
kita perlu mencontoh sultan muhammad al-fatih
ReplyDelete